Senin, 01 Agustus 2016

Pengelasan

1.             Las menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), " adalah penyambungan besi dengan cara membakar. Dalam referensi-referensi teknis, terdapat beberapa definisi dari Las, yakni sebagai berikut :
Berdasarkan defenisi dari Deutsche Industrie Normen (DIN) dalam Harsono dkk(1991:1), mendefinisikan bahwa " las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilakukan dalam keadaan lumer atau cair ". Sedangkan menurut maman suratman (2001:1) mengatakan tentang pengertian mengelas yaitu salah satu cara menyambung dua bagian logam secara permanen dengan menggunakan tenaga panas. Sedangkan Sriwidartho, Las adalah suatu cara untuk menyambung benda padat dengan dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan
Las karbit[sunting | sunting sumber]
Las Karbit adalah proses penyambungan logam dengan logam (pengelasan) yang menggunakan gas karbit (gas aseteline=C2H2) sebagai bahan bakar, prosesnya adalah membakar bahan bakar yang telah dibakar gas dengan O2 sehingga menimbulkan nyala api dengan suhu yang dapat mencairkan logam induk dan logam pengisi.
Las listrik[sunting | sunting sumber]

Pada Las listrik, panas yang diperoleh untuk proses pelelehan diperoleh dari perbedaan tegangan antara ujung tangkai las dengan benda yang akan di las. Kalau elektroda las cukup dekat dengan benda yang akan dikerjakan itu, akan terjadi loncatan bunga api permanen yang berasal dari arus listrik. Selama melakukan las listrik, tetesan elektroda lempengan logam berdiameter tertentu, berjatuhan menjadi kumpulan cairan logam.
Salah satu metode modern dari las listrik adalah las plasma . Plasma adalah gas panas yang suhunya sedemikian tinggi sehingga elektron luar molekul-molekul gas terpisahkan dan membentuk ion. Elektroda untuk las plasma dibuat dari bahan yang kuat, misalnya wolfram
Arus listrik mengionisasi gas plasma sehingga terjadi arus tunggal. Sewaktu terbentuk cairan panas, kawat las bisa ditambahkan.
Las Plasma sangat stabil. Cara ini bisa dijalankan secara automatis, antara lain karena hasil pengelasan tidak terpengaruh oleh panjang arus. Karena las plasma sangat cepat, ia bisa digunakan ntuk mamasang lapisan anti karat dan anti aus pada konstruksi baja.
Las Listrik merupakan dasar dari banyak proses las dengan aplikasi khusus. Salah satu yang paling terkenal adamah las MIG/MAG ( Metal Inert Gas/ Metal Active Gas). Bedanya dengan las listrik biasa ialah, dari ujung tangkai las juga keluar aliran gas. Dapat beripa gas karbondioksida yang disebut las CO2, tetapi dapat juga argon atau campuran beberapa gas. Aliran gas itu melindungi cairan yang meleleh dari udara sekitarnya. Udara mengandung oksigen yang pada suhi sekitar 1800 derajat Celcius dapat membuat karat.
Elektroda[sunting | sunting sumber]
Elektroda atau kawat las ialah suatu benda yang dipergunakan untuk melakukan pengelasan listrik yang berfungsi sebagai pembakar yang akan menimbulkan busur nyala.
Banyak orang yang berpikir bahwa kawat las hanya memiliki satu jenis saja. Apapun barang yang dilas, maka jenis las dan bentuk kawatnya pun hanya itu-itu saja. Padahal sebenarnya, terdapat banyak sekali jenis kawat las yang biasa dipanggil elektroda di pasaran. Satu jenis eletroda ini dipakai khusus untuk suatu pekerjaan pengelasan. Elektroda atau kawat las ini menentukan seberapa besar arus listrik yang pas untuk suatu pengerjaan pengelasan. Elektroda sendiri memiliki berbagai kode spesifikasi yang dapat kita lihat pada kardus pembungkus kawat las. Kebanyakan pengelas biasanya menggunakan insting, pengalaman, dan kebiasaan dalam menentukan kawat las dan besarnya arus listrik, namun, kita dapat mengenal beberapa kode yang tertulis dalam bungkus elektroda atau kawat las, khususnya yang memiliki tipe SMAW.
Kebanyakan masyarakat awam yang tidak memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai dunia pengelasan berpikir bahwa hanya ada satu kawat las saja. Tidak banyak yang mengetahui bahwa sebenarnya ada berbagai jenis kawat las yang dipergunakan untuk melakukan pengelasan untuk jenis material yang berbeda. Perbedaan yang ada di antara berbagai jenis kawat las listrik atau yang sering juga disebut elektroda ini terletak pada berbagai hal termasuk juga besaran arus listrik yang akan dipergunakan dalam proses pengelasan. Material yang berbeda membutuhkan besaran arus listrik yang berbeda pula untuk memberikan hasil las yang paling pas, sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Standar Kawat Las Listrik
Ada standar tertentu yang dipergunakan oleh para pelaku industri pengelasan untuk bisa menentukan elektroda yang akan dipakai dan besaran arus listrik yang diperlukan. Standar yang umum dipakai adalah standar yang ditentukan oleh AWS (American Welding Society), yang merupakan badan pengelasan resmi di Amerika Serikat. Standar yang ditetapkan oleh badan ini telah diakui secara luas dan dipergunakan sebagai standar pengelasan di berbagai negara. Badan ini mengeluarkan standar yang dinyatakan dengan tanda E XXXX yang berarti:
·         E merujuk pada keterangan kawat las listrik alias elektroda
·         XX (dua angka pertama) merujuk pada kekuatan tarikan dari kawat las yang dinyatakan dalam satuan kilo pund square inch atau Ksi. Satuan ini juga sering dinyatakan dalam lb/in²
·         X (angka ketiga) merujuk pada posisi pengelasan yang bisa dilakukan dengan elektroda tersebut. Angka 1 menunjukkan penggunaan pada semua posisi, angka 2 menunjukkan bahwa kawat las tersebut dapat dipakai pada posisi datar dan horizontal dan angka 3 menunjukkan bahwa kawat las tersebut hanya dapat dipakai pada posisi flat saja
·         X (angka keempat) merujuk pada jenis pelapis dan arus yang dipergunakan pada elektroda tersebut
Spesifikasi tersebut berlaku untuk penggunaan pengelasan pada Mild Steel sementara untuk spesifikasi atau standar untuk proses pengelasan yang lain seperti untuk Low Alloy Steel dan juga untuk Stainless Steel memiliki berbagai kode tambahan lagi di belakang kode standar yang telah disebutkan diatas. Para pelaku industri pengelasan wajib mengetahui dengan persis apa yang tercantum pada kotak kemasan elektroda yang akan mereka beli sehingga mereka bisa mengetahui kegunaan yang spesifik dari elektroda tersebut.
Kawat Las Listrik Baja
Untuk elektroda yang akan dipergunakan untuk pengelasan baja lunak sendiri terdiri atas berbagai jenis tergantung dari material yang dipergunakan. Beberapa contoh diantaranya adalah:
·         Elektroda untuk proses pengelasan besi tuang yang terbagi lagi atas beberapa jenis elektroda yaitu elektroda baja, elektroda nikel, elektroda perunggu dan elektroda dengan hydrogen rendah
·         Elektroda untuk aluminium
·         Elektroda untuk pelapis keras yang bertujuan untuk memberikan lapisan yang keras pada material yang dilas sehingga material tersebut bisa lebih tahan terhadap berbagai hal. Elektroda jenis ini sendiri terbagi atas 3 macam yaitu elektroda tahan aus, elektroda tahan pukulan dan elektroda tahan kikisan
Las gesekan[sunting | sunting sumber]
Pada las gesekan, panas timbul sebagai akibat gesekan kedua bagian logam yang akan disambung dengan berputar dalam kecepatan tinggi . Panas hasil gesekan tersebut akan melelehkan logam, dan kalau diberikan sedikit tekanan, maka akan terjadi sambungan. Setelah logam mulai meleleh, koefisien gesekan akan turun dan pertambahan panas akan berhenti, sehingga bahan tidak mungkin kepanasan.
Untuk mengelas pipa ledeng besar dengan las gesekan, diperlukan las gesekan radikal. Kedua bagian pipa harus sedikit terpisah sewaktu cincin logam yang mengelilinginya diputar. Pada saat tertentu, cincin yang berputar itu ditekan. Panas hasil gesekan itu akan melelehkan cincin bagian dalam serta ujung kedua pipa. Proses pengelasan selesai.
Las gesekan umumnya digunakan dalam industri mobil, untuk menyambung as, komponen bak persneling dan kolom kemudi. Dengan metode las gesek ini akan lebih mudah untuk menyambung bahan-bahan yang sulit dilas dengan proses biasa. Misalnya untuk menghubungkan baja dengan tembaga, tembaga dengan aluminium dan titanium.
Las termit[sunting | sunting sumber]
Las Termit adalah penyambungan/las antara dua batang rel melalui suatu reaksi kimia dengan menggunakan termit (besioksida dengan bubuk aluminium). Metode ini dilaksanakan dengan bahan yang sederhana dan menghasilkan sambungan yang baik. Reaksinya seperti berikut:
Fe2O3 + 2 Al → 2 Fe + Al2O3 + 850 kJ
Hasil reaksi tersebut berupa besi ditambah dengan kerak Al2O3 serta panas yang terjadi cukup untuk mencairkan besi yang berada disekitar rel yang pada gilirannya akan memadukan besi hasil reaksi dengan rel.
Las eksplosi[sunting | sunting sumber]
Las eksplosi digunakan untuk memasang lapisan anti karat pada logam biasa. Metodanya dapat digambarkan sebagai berikut. Apabila dua lempengan A dan B akan di las. Kedua lempengan ditumpuk, dan di luar A diletakkan selapis bahan peledak yang disulut. Lempengan A akan ditekan keras pada B dan keuda lempengan akan meleleh pada tempat kontak. Setelah beberapa seratus detik gelombang kejut ledakan itu hilang, bahan akan mendingin dan bagian A dan B sudah melekat.
Las laser[sunting | sunting sumber]
Dalam proses las laser, digunakan sinar laser dikarenakan laser bersifat mengumpulkan energy dalam satu titik. Umumnya digunakan untuk mengelas komponen yang mengandung peralatan-peralatan sensitif terhadap panas. Seperti kotak pacu jantung yang didalamnya terdapat komponen-komponen elektronika. Keuntungannya, panas hanya terkumpul pada tempat yang kecil. Untuk pekerjaan seperti itu dipakai laser bahan padat seperti ‘’neodymuim-YAG-laser’’. Bahan yang lebih tebal tidak dapat disambung dengan laser seperti itu .
Namun disebut-sebut laser CO2 memiliki energi yang lebih banyak untuk setiap milimeter perseginya. Laser ini dapat melelehkan logam sampai sedalam 15 milimeter.
Las sinar elektron[sunting | sunting sumber]
Selain sinar laser yang digunakan dalam las laser, sinar elektron juga bisa dipakai untuk memanaskan logam hingga titik leburnya. Bahan yang akan dilas dihujani elektron bermuatan negatif dari batang logam untuk menyambung, yang akan menuju ke muatan positif dari bahan yang akan dikerjakan. Sinar elektron yang terdiri atas sejumlah elektron, setelah bertubrukan dengan logam akan memproduksi panas. Las dengan sinar elektron selain digunakan dalam industri nuklir, juga digunakan dalam pembuatanmesin jetpesawat terbang. Namun kelemahannya hanya bisa dipakai di ruangan hampa udara. Molekul udara dapat mencerai beraikan sinar elektron dan energinya langsung memudar.

2.      Las kilatan listrik
Las kilatan listrik atau flash butt welding ini adalah salah satu mengelas rel kereta api dengan mendekarkan ujung rel yang akan disambung dengan memberi muatan listrik dengan arus listrik yang sangat besar. Saat terjadi kontak atara rel dan listrik maka akan terjadi kilatan yang memanaskan dan melehkan ujung kedua rel. Setelah ujung rel meleleh kemudian didekatkan maka terjadi pijaran dan rel meleleh dan kemudian disatukan dengan memberikan tekanan. Hasil sambungan dengan metode ini, lebih kuat dari pada menggunakan las ternit dan membutuhkan waktu yang lebih singkat. Namun metode ini, terlalu dan berbahaya dan tidak cocok diterapkan di Indonesia karena arus rel dapat mengalir ke rel yang lain sehingga berbahaya jika rel dekat dengan pemukiman penduduk terutama anak-anak yang tidak sengaja menyentuh rel yang diberi muatan listrik dan dapat menimbulkan bahaya sengatan listrik.
3.    Las termit dilaksanakan dengan urutan:
-       Setelah penggelaran rel dilaksanakan;
-       Disekitar sambungan dipasang cetakan/mal;
-       Mal diisi dengan campuran besioksida dengan bubuk alumnium;
-       Dengan bantuan pemanasan dengan brander campuran tersebut dipanaskan sampai 900 °C;
-       Campuran ini akan tercetus reaksinya pada suhu 900 0C;
-       Reaksi akan berlangsung selama kurang lebih 15 menit. Temperatur reaksi akan mencapai 2500 °C;
-       Cetakan dibuka;
-       Kelebihan besi sebagai hasil reaksi di potong selagi masih membara dan kemudian diratakan dengan menggunakan gerinda.





Stasiun Sebagai Pusat Kegiatan

Abstrak.
Persoalan yang paling sering disoroti saat ini di wilayah perkotaan adalah kemacetan. Salah satu solusinya adalah T r a n sit O rie n t e d D e v elo p m e n t (TOD), yaitu suatu konsep pembangunan transportasi yang bersinergi dengan tata ruang. Penerapan TOD di setiap negara akan tergantung dari pola pergerakan pengguna kawasan TOD tersebut. Di Indonesia, informasi mengenai pola pergerakan pengguna stasiun belum tersedia lengkap sehingga tujuan studi ini adalah mengidentifikasi pola pergerakan pengguna kereta api di Stasiun Depok Baru sebagai dasar pengembangan stasiun terpadu  di kawasan TOD. Metode yang digunakan adalah analisis chi square dan analisis deskriptif. Hasil studi menunjukkan bahwa pola pergerakan pengguna kereta api biasanya didominasi dengan penggunaan angkutan kota dan motor pribadi dan kebanyakan merupakan komuter yang bekerja di Jakarta. Seluruh variabel karakteristik sosial dan ekonomi pengguna kereta api memiliki hubungan terhadap pola pergerakan. Berdasarkan kajian literatur dan analisis, rekomendasi pengembangan stasiun terpadu di Stasiun Depok Baru antara lain pengembangan guna lahan sekitar stasiun sesuai dengan konsep Urban TOD, menjadikan stasiun sebagai pusat kegiatan yang atraktif, nyaman, aman, dan dapat digunakan sebagai ruang sosial, meningkatkan aksesibilitas terutama untuk pejalan kaki, integrasi antarmoda, menerapkan konsep kiss and ride dan park and ride, serta memperbaiki fasilitas publik dan menambah fasilitas penting yang belum tersedia di dalam stasiun



Metode
Metode yang digunakan dalam pendekatan ini adalah metode kuantitatif dan pendekatan yang dipakai adalah pendekatan deduktif. Akan dirumuskan konsep pengembangan stasiun terpadu dilihat dari pendekatan studi dalam penyusunan konsep pengembangan stasiun terpadu, yaitu pendekatan literatur dan pendekatan supply – demand

Pengembangan Stasiun Terpadu di Kawasan TOD
Calthorpe (1993) menyebutkan bahwa TOD dapat didefinisikan dengan empat karakteristik, yaitu mixed - use , walkable , dekat transit, dan kompak. R e c o n n e c tin g A m e ric a juga mendefinisikan TOD sebagai pembangunan mixed - use yang lebih padat di dalam jarak berjalan kaki – atau berjarak setengah mile (800 meter) – dari stasiun transit. Dengan menerapkan TOD, pergerakan akan didominasi dengan angkutan massal yang terhubung langsung dengan tujuan pergerakan yang secara tidak langsung akan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi ke tempat tujuan sehingga akan mengurangi kemacetan lalu lintas.

Persoalan Pengembangan Stasiun Depok Baru sebagai Stasiun Terpadu di Kawasan TOD Berdasarkan Kondisi Saat Ini
Saat ini, kondisi fisik Stasiun Depok Baru dapat dikatakan kurang baik karena mengalami tahap renovasi yang cukup besar. Hal ini dilakukan untuk mendukung pembangunan stasiun terpadu yang terintegrasi dengan Terminal Depok. Fasilitas yang tersedia di dalam stasiun ini antara lain papan informasi, loket, peron, toilet, dan tempat ibadah. Fasilitas-fasilitas ini tersedia namun dengan kondisi yang tidak begitu baik karena kurang terawat. Namun, setelah terjadi penggusuran pedagang kaki lima, saat ini sulit untuk menemukan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan bagi penumpang yang hendak makan. Selain itu, tidak terdapat juga ruang tunggu khusus dan pendingin ruangan. Fasilitas parkir yang tersedia pun kondisinya tidak begitu baik karena hanya berupa tanah kosong di belakang stasiun, tidak terdapat gedung atau area parkir yang memadai.


TOD (Transit Oriented Develop)
Pengembangan Transit
Oriented Development memiliki radius optimal 400 sampai 800 meter dari
tempat transit transportasi kota (stasiun kereta, terminal bus, halte bus,dll)
menjadi satu pusat kegiatan yang menarik. Dengan memanfaatkan
transportasi umum, masyarakat akan diarahkan untuk berjalan kaki atau
menggunakan sepeda, sehingga penerapan konsep TOD akan sangat
berpengaruh pada pedestrian pejalan kaki dan tersedianya lahan parkir
kendaraan khususnya parkir sepeda. Berjalan kaki/menggunakan sepeda
mengelilingi kawasan dapat mengurangi intensitas dari kendaraan pribadi,
ketika kendaraan pribadi berkurang akan mengurangi kemacetan dan
penggunaan bahan bakar, sehingga akan berdampak pada pengurangan polusi
dari kendaraan di sekitar kawasan dan menciptakan situasi yang  ramah
lingkungan. 

Terdapat beberapa syarat penempatan TOD yaitu berada pada
jaringan utama angkutan massal, berada pada koridor jaringan bus dengan
18   frekuensi yang tinggi, atau berada pada jaringan bus yang waktu tempuhnya
kurang dari 10 menit dari jaringan utama angkutan massal.  
Ketika persyaratan diatas tidak dipenuhi oleh suatu kawasan maka perlu
diambil langkah untuk menghubungkan dengan angkutan massal, disamping
itu yang juga perlu menjadi pertimbangan adalah frekuensi angkutan umum
yang tinggi.
 Pada setiap TOD harus memiliki sebuah bangunan mixed-use inti
yang memiliki fungsi sebagai retail dan open space dengan luasan sekitar
10% dari total area TOD.   Dalam penyusunan daerah komersil pada TOD juga memiliki beberapa
konfigurasi yaitu harus memiliki keseimbangan antara pedestrian, memiliki
jarak penglihatan yang cukup, dan akses yang baik. Toko retail besar harus
memiliki kapasitas parkir mobil, dan toko toko kecil akan mengarah pada
pedestrian, jalan jalan utama, dan plaza.

TOD dibagi menjadi 2 jenis yaitu Urban TOD  dan Neighborhood
TOD.
Urban TOD adalah pengem bangan yang berlokasi pada jalur lintas
transportasi umum kota seperti terminal bus kota, stasiun kereta, maupun
halte bus kota yang memiliki tingkat kepadatan yang tinggi dan bisa
berpotensi menjadi daerah komersil.
 Neighborhood TOD adalah pengembangan transit yang terbatas
berlokasi pada rute feeder bus dalam sebuah wilayah perumahan yang bisa di
akses sekitar 10 menit dari titik transportasi kota. Neighborhood TOD
mempunyai lingkup yang lebih kecil dari Urban TOD, biasa akan melayani
kebutuhan sehari hari dari sebuah perumahan.



Peningkatan nilai investasi dengan sistem Transit Oriented Development
 Nilai investasi sebuah properti akan sangat berkembang dengan
adanya sistem TOD yang akan  mempengaruhi nilai dari fungsi bangunan
seperti hunian, perkantoran maupun pertokoan (perdagangan). Dalam
evaluasi dari berbagai kota yang telah menerapkan konsep TOD yang
terdapat dalam report Capturing the Value of Transit (2008), terlihat kenaikan
nilai investasi yang berkaitan dengan jarak titik transportasi kota dikarenakan
lalu lintas manusia yang meningkat

BAB I KETENTUAN UMUM
1. Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rei yang terkait dengan perjalanan kereta api.
2. Stasiun kereta api adalah tempat pemberangkatan dan pemberhentian kereta api.
3. Fasilitas pengoperasian kereta api adalah segala fasilitas yang diperlukan agar kereta api dapat dioperasikan.
4. Jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rei yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur kereta api, dan ruang pengawasan jalur kereta api, termasuk bagian atas dan bawahnya yang diperuntukan bagi lalu lintas kereta api yang ada di suatu stasiun.
5. Fasilitas penunjang adalah segala sesuatu yang melengkapi penyelenggaraan angkutan kereta api, yang dapat memberikan kemudahan, kenyamanan dan keselamatan bagi pengguna jasa kereta api yang ada di stasiun.
6. Frekuensi lalu lintas adalah banyaknya kereta api yang berangkat, berhenti dan melintas di suatu stasiun selama kurun waktu tertentu.
7. Jumlah penumpang adalah banyaknya orang yang naik atau turun dari kereta api sebagai pengguna jasa kereta api dan memiliki karcis sebagai tanda bukti perjanjian angkutan orang.
8. Jumlah barang adalah banyaknya barang yang diantar dari atau ke stasiun dengan menggunakan jasa kereta api dan pengguna jasa tersebut memiliki tanda bukti perjanjian pengangkutan barang berupa surat angkutan barang.
9. Pendapatan stasiun adalah pendapatan dari hasil penjualan jasa angkutan baik dari jasa angkutan penumpang dan atau jasa angkutan barang serta pemanfaatan jasa fasilitas penunjang.
10. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang perkeretaapian.
11. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang perkeretaapian.

JENIS DAN KEGIATAN STASIUN
Stasiun Kereta Api merupakan prasarana kereta api sebagai tempat pemberangkatan dan pemberhentian kereta api.
(1)   Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 
menurut jenisnya terdiri atas:
a. stasiun penumpang; b. stasiun barang; dan/atau c. stasiun operasi.
Stasiun penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) huruf a, merupakan stasiun kereta api untuk keperluan naik turun penumpang.
Stasiun barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan stasiun kereta api untuk keperluan bongkar muat barang.
Stasiun operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan stasiun kereta api untuk keperluan pengoperasian kereta api

Kantor Sebagai Pusat Informasi

TUJUAN DAN FUNGSI KANTOR


Menurut Mills (1984:9). tujuan kantor didefinisikan sebagai pemberian pelayanan komunikasi dan perekaman. Dari definisi tersebut, Mills memperluas menjadi fungsi kantor (pekerjaan yang dilakukan) yakni sebagai berikut.
a. Menerima informasi (to receive information).
Menerima informasi dalam bentuk surat, panggilan telepon, pesanan, faktur, dan laporan mengenai berbagai kegiatan bisnis.
b. Merekam dan menyimpan data-data serta informasi (to record information).
Tujuan pembuatan rekaman adalah menyiapkan informasi sesegera mungkin apabila manajemen meminta informasi tersebut. Beberapa rekaman (record) diminta untuk disimpan menurut hukum (seperti anggaran dasar dan anggaran rumah tangga suatu perseroan terbatas), atau disimpan untuk memenuhi kebutuhan manajemen dalam perencanaan dan pengendalian perusahaan seperti rincian negosiasi. transaksi, operasi, korespondensi, pesanan, faktur, atau ringkasan rincian seperti laporan keuangan, laporan persediaan, dan analisis penjualan.
c. Mengatur informasi (to arrange information).
Informasi yang diakumulasi oleh kantor jarang dalam bentuk yang sama layaknya ketika diberikan, seperti mengumpulkan informasi dari sumber-sumber yang berbeda dan membuat perhitungan/pembukuan. Kantor bertanggung jawab memberikan informasi dalam bentuk terbaik dalam melayani manajemen seperti, penyiapan faktur/kuitansi, penetapan harga, akuntansi, laporan statistik, laporan keuangan, dan laporan pada umumnya.
d. Memberi informasi (to give infinmation).
Bila manajemen meminta sejumlah informasi yang diperlukan, kantor memberikan informasi tersehut dari rekaman yang tersedia. Sebagian informasi yang diberikan bersifat rutin, sebagian bersilat khusus. Informasi-formasi tersebut diberikan baik secara lisan maupun tulisan. Contoh informasi tersebut adalah pesanan. anggaran, faktur,kuitansi, laporan perkembangan, laporan keuangan, dan instruksi yang dikeluarkan atas perintah manajemen.
e. Melindungi aset (to safeguard assets).
Di samping empat tugas di atas, masih terdapat fungsi kantor yang lain, yaitu mengamati secara cermat berbagai kegiatan dalam perusahaan seperti diperlihatkan didalam rekaman dan mengantisipasi segala hal yang tidak menguntungkan yang mungkin terjadi. Misalnya. Melaporkan adanya kekurangan persediaan, melaporkan adanya sejumlah utang yang mungkin tidak terbayar saat akan jatuh tempo, rekaman vital seperti kontrak besar harus dilindungi secara tepat. uang tunai harus disimpan dalam lemari besi maupun di dalam bank. Kantor harus berhati-hati terhadap makna rekaman dan memperhatikan dengan secara hal-hal yang memerlukan tindakan manajemen.
Kelima fungsi di atas harus dilaksanakan dalam setiap organisasi. Di dalam perusahaan kecil yang hanya dikendalikan oleh satu orang, pelayanan kantor secara terpisah (desentralisasi) mungkin tidak diperlukan. Pcmilik perusahaan menerima clan memberikan informasi secara pribadi, di mana sebagian besar rekaman tersimpan dalam ingatan. Akan tetapi, di dalam perusahaan yang lebih besar dan kompleks, direktur pengelola tidak dapat menangani secara pribadi semua fakta yang berhubungan dengan perusahaan. Dengan demikian, pengawasan secara rinci atas penanganan uang tunai dan aset lain tidak dapat dilaksanakan. Jadi, dalam hal ini kantor harus memenuhi fungsi tersebut. Kantor adalah pelayan dari manajemen. Selain lima fungsi di atas, kantor masih memiliki empat fungsi lain, yaitu:
a. Pusat syaraf administrasi dan perencanaan kebijaksanaan
Sebagai badan eksekutil, kantor harus bertindak sebagai pusat administrasi. Administrasi dalam hal ini adalah segenap proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Unsur-unsur dari administrasi: pengorganisasian, personalia, keuangan, komunikasi, tata usaha, dan humas.
b. Perantara
Kantor bertindak sebagai pusat pelayanan yang menghubungkan antar bagian dalam organisasi.
c. Koordinator
Mengawasi dan mengkoordinir seluruh kegiatan organisasi.
d. Penghubung dengan publik
Mengadakan hubungan dengan pihak luar organisasi dan memberikan dukungan terhadap organisasi.
Pustaka
Manajemen Administrasi Perkantoran Oleh Ida Nuraida, S.E.

Minggu, 26 Juni 2016

Galian dan Timbunan

Pengertian perkerjaan galian tanah adalah pekerjaan yang dilaksanakan dengan membuat lubang di tanah membentuk pola tertentu untuk keperluan pondasi bangunan. Galian tanah yang dibuat harus dilakukan sesuai perencanaan dan mencapai lapisan tanah yang keras. Jika dibutuhkan, tanah tersebut juga perlu dipadatkan agar kondisinya lebih kokoh serta mampu menahan beban bangunan dengan baik.
Description: metode-pelaksanaan-galian-tanah.jpg
Sebelum mengerjakan penggalian tanah, ada faktor-faktor yang wajib Anda perhatikan demi mendukungkeselamatan dan kesehatan kerja tersebut, antara lain :
1.     Perhatikan aspek keamanan di sekitar lokasi proyek dengan membuat pagar pelindung.
2.     Para pekerja harus melakukan pekerjaan sesuai dengan tanggungjawabnya masing-masing.
3.     Pemeriksaan terhadap batas tanah wajib dilakukan secara tepat dan akurat.
4.     Perhatikan lokasi pembuangan tanah galian terutama di lokasi yang berukuran sempit.
5.     Pemeriksaan terhadap dimensi dan elevasi kedalaman galian.
6.     Pengaturan metode penggalian, pembuangan, dan penumpukan tanah.
7.     Penyediaan tangga sementara untuk galian tanah yang memiliki kedalaman lebih dari 1 meter.
8.     Penyesuaian tipe galian tanah dengan kondisi tanah yang aktual.
9.     Pembuatan galian sisi miring dan pelebaran lubang untuk jenis tanah yang berlumpur.
10.   Pemasangan struktur penahan tanah sesegera mungkin pada jenis tanah runtuhan.
11.   Penyediaan mesin pompa air untuk tanah yang mengandung sumber mata air.
12.   Pengecekan kembali ketepatan ukuran dan elevasi kedalaman galian tanah.


Yang dimaksud pekerjaan tanah adalah pekerjaan pengolahan tanah sebelum pelaksanan pembangunan. Ada 3 jenis pekerjaan tanah dalam persiapan pembangunan yaitu pekerjaan penggalian tanah, pekerjaan pengurugan pasir dan pekerjaan perataan atau pengurugan tanah.


 1. Pekerjaan galian tanah
Pekerjaan ini merupakan pembuatan lubang galian untuk pondasi. Pekerjaan ini disesuaikan dengan jenis pondasi yang akan dibuat, kalau misalkan pondasi dibuat dari pasangan batu kali maka penggalian tanah dilakukan sepanjang denah bangunan. Bila akan dibuat pondasi tapak atau pondasi sumuran maka penggaliannya hanya di sudut-sudut bangunan atau pada tumpuan yang merupakan  tempat pemasangan kolom, dan bila akan dibuat pondasi pancang maka pekerjaan penggalian tanah tidak dilakukan karena pondasinya langsung dipancang ke tanah atau dibor ke tanah.
Untuk pondasi tapak atau lajur dari beton, ukuran galiannya sama dengan besar tapak. Namun, untuk pondasi batu kali sebaiknya ukuran galian atasnya dilebihkan 10 cm di kanan dan 10 cm di kiri (bila kosong). Tujuan melebihkan galian tersebut untuk memberikan ruang (space) bagi pekerja agar leluasa bekerja. Misalnya, ukuran bawah pondasi batu belah 80 cm maka ukuran lebar atasnya adalah 100 cm.


Timbunan atau urugan dibagi dalam 2 macam sesuai dengan maksud penggunaannya yaitu :

1. Timbunan biasa, adalah timbunan atau urugan yang digunakan untuk pencapaian elevasi akhir 
subgrade yang disyaratkan dalam gambar perencanaan tanpa maksud khusus lainnya. Timbunan biasa ini juga digunakan untuk penggantian material existing subgrade yang tidak memenuhi syarat.
Bahan timbunan biasa harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

  • Timbunan yang diklasifikasikan sebagai timbunan biasa harus terdiri dari tanah yang disetujui oleh Pengawas yang memenuhi syarat untuk digunakan dalam pekerjaan permanen.
  • Bahan yang dipilih tidak termasuk tanah yang plastisitasnya tinggi, yang diklasifikasi sebagai A-7-6 dari persyaratan AASHTO M 145 atau sebagai CH dalam sistim klasifikasi “Unified atau Casagrande”. Sebagai tambahan, urugan ini harus memiliki CBR yang tak kurang dari 6 %, bila diuji dengan AASHTO T 193.
  • Tanah yang pengembangannya tinggi yang memiliki nilai aktif lebih besar dari 1,25 bila diuji dengan AASHTO T 258, tidak boleh digunakan sebagai bahan timbunan. Nilai aktif diukur sebagai perbandingan antara Indeks Plastisitas (PI) – (AASHTO T 90) dan presentase ukuran lempung (AASHTO T 88).
2. Timbunan pilihan, adalah timbunan atau urugan yang digunakan untuk pencapaian elevasi akhir subgrade yang disyaratkan dalam gambar perencanaan dengan maksud khusus lainnya, misalnya untuk mengurangi tebal lapisan pondasi bawah, untuk memperkecil gaya lateral tekanan tanah dibelakang dinding penahan tanah talud jalan.

Description: jenis urugan tanah
Pekerjaan timbunan pada pelebaran badan jalan

Bahan timbunan pilihan harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

  • Timbunan hanya boleh diklasifikasikan sebagai “Timbunan Pilihan” bila digunakan pada lokasi atau untuk maksud yang telah ditentukan atau disetujui secara tertulis oleh Pengawas.
  • Timbunan yang diklasifikasikan sebagai timbunan pilihan harus terdiri dari bahan tanah berpasir (sandy clay) atau padas yang memenuhi persyaratan dan sebagai tambahan harus memiliki sifat tertentu tergantung dari maksud penggunaannya. Dalam segala hal, seluruh urugan pilihan harus memiliki CBR paling sedikit 10 %, bila diuji sesuai dengan AASHTO T 193.























I. PEKERJAAN GALIAN

a. Pekerjaan ini umumnya diperlukan untuk pembuatan saluran air dan selokan, untuk formasi galian atau pondasi pipa, gorong-gorong, pembuangan atau struktur lainnya, untuk pembuangan bahan yang tak terpakai dan tanah humus, untuk pekerjaan stabilisasi lereng dan pembuangan bahan longsoran, untuk galian bahan konstruksi dan pembuangan sisa bahan galian, untuk pengupasan dan pembuangan bahan perkerasan beraspal pada perkerasan lama, dan umumnya untuk pembentukan profil dan penampang badan jalan.

b. Pekerjaan galian dapat berupa :

• Galian Biasa
• Galian Batu
• Galian Struktur
• Galian Perkerasan Beraspal


c. Galian Biasa mencakup seluruh galian yang tidak diklasifikasi sebagai galian batu, galian struktur, galian sumber bahan (borrow excavation) dan galian perkerasan beraspal.

d. Galian Batu mencakup galian bongkahan batu dengan volume 1 m3 atau lebih dan seluruh batu atau bahan lainnya tersebut adalah tidak praktis digali tanpa penggunaan alat bertekanan udara atau pemboran, dan peledakan. Galian ini tidak termasuk galian yang dapat dibongkar dengan penggaru (ripper) tunggal yang ditarik oleh traktor dengan berat maksimum 15 ton dan tenaga kuda neto maksimum sebesar 180 PK.

e. Galian Struktur mencakup galian pada segala jenis tanah dalam batas pekerjaan yang disebut atau ditunjukkan dalam Gambar untuk Struktur. Setiap galian yang didefinisikan sebagai Galian Biasa atau Galian Batu tidak dapat dimasukkan dalam Galian Struktur.

Galian Struktur terbatas untuk galian lantai pondasi jembatan, tembok penahan tanah beton, dan struktur pemikul beban lainnya.

Pekerjaan galian struktur meliputi : penimbunan kembali dengan bahan yang disetujui, pembuangan bahan galian yang tidak terpakai, semua keperluan drainase, pemompaan, penimbaan, penurapan, penyokong, pembuatan tempat kerja atau cofferdam beserta pembongkarannya.

f. Galian Perkerasan Beraspal mencakup galian pada perkerasan lama dan pembuangan bahan perkerasan beraspal dengan maupun tanpa Cold Milling Machine (mesin pengupas perkerasan beraspal tanpa pemanasan).

1.1. Prosedur penggalian

• Penggalian harus dilaksanakan menurut kelandaian, garis, dan elevasi yang ditentukan.
• Pekerjaan galian harus dilaksanakan dengan gangguan yang seminimal mungkin terhadap bahan di bawah dan di luar batas galian.
• Bilamana bahan yang terekspos pada garis formasi atau tanah dasar atau pondasi dalam keadaan lepas atau lunak atau kotor atau tidak memenuhi syarat, maka bahan tersebut harus seluruhnya dibuang dan diganti dengan timbunan yang memenuhi syarat.
• Bilamana batu, lapisan keras atau bahan yang sukar dibongkar dijumpai pada garis formasi untuk selokan yang diperkeras, pada tanah dasar untuk perkerasan maupun bahu jalan, atau pada dasar galian pipa atau pondasi struktur, maka bahan tersebut harus digali 15 cm lebih dalam sampai permukaan yang mantap dan merata. Tonjolan-tonjolan batu yang runcing pada permukaan yang terekspos tidak boleh tertinggal dan semua pecahan batu yang diameternya lebih besar dari 15 cm harus dibuang. Profil galian yang disyaratkan harus diperoleh dengan cara menimbun kembali dengan bahan yang memenuhi syarat dan dipadatkan.
• Peledakan sebagai cara pembongkaran batu hanya boleh digunakan jika tidak praktis menggunakan alat bertekanan udara atau suatu penggaru (ripper) hidrolis berkuku tunggal. Peledakan dilarang dan penggalian batu dilakukan dengan cara lain, jika, peledakan tersebut berbahaya bagi manusia atau struktur di sekitarnya.
• Kontraktor harus menyediakan anyaman pelindung ledakan (heavy mesh blasting) untuk melindungi orang, bangunan dan pekerjaan selama penggalian. Jika dipandang perlu, peledakan harus dibatasi waktunya.
• Penggalian batu harus dilakukan sedemikian, apakah dengan peledakan atau cara lainnya, sehingga tepi-tepi potongan harus dibiarkan pada kondisi yang aman dan serata mungkin. Batu yang lepas atau bergantungan dapat menjadi tidak stabil atau menimbulkan bahaya terhadap pekerjaan atau orang, harus dibuang, baik terjadi pada pemotongan batu yang baru maupun yang lama.

1.2. Galian untuk struktur dan pipa

• Galian untuk pipa, gorong-gorong atau drainase beton dan galian untuk pondasi jembatan atau struktur lain, harus cukup ukurannya sehingga memungkinkan pemasangan bahan dengan benar, pemadatan harus dilakukan setelah penimbunan kembali di bawah dan di sekeliling pekerjaan.
 Cofferdam, penyokong (shoring) dan pengaku (bracing) atau tindakan lain untuk mengeluarkan air harus dipasang untuk pembuatan dan pemeriksaan kerangka acuan dan untuk memungkinkan pemompaan dari luar acuan. Cofferdam atau penyokong atau pengaku yang tergeser atau bergerak ke samping selama pekerjaan galian harus diperbaiki, dikembalikan posisinya dan diperkuat untuk menjamin kebebasan ruang gerak yang diperlukan selama pelaksanaan.
§ Cofferdam, penyokong dan pengaku (bracing) yang dibuat untuk pondasi jembatan atau struktur lainnya harus diletakkan sedemikian hingga tidak menyebabkan terjadinya penggerusan dasar, tebing atau bantaran sungai.
• Bila galian parit untuk gorong-gorong atau lainnya dilakukan pada timbunan baru, maka timbunan harus dikerjakan sampai ketinggian yang diperlukan dengan jarak masing-masing lokasi galian parit tidak kurang dari 5 kali lebar galian parit tersebut, selanjutnya galian parit tersebut dilaksanakan dengan sisi-sisi yang setegak mungkin sebagaimana kondisi tanahnya mengijinkan.
• Setiap pemompaan pada galian harus dilaksanakan sedemikian, sehingga dapat menghindarkan kemungkinan terbawanya setiap bagian bahan yang baru terpasang. Setiap pemompaan yang diperlukan selama pengecoran beton, atau untuk suatu periode paling sedikit 24 jam sesudahnya, harus dilaksanakan dengan pompa yang diletakkan di luar acuan beton tersebut.
• Galian sampai elevasi akhir pondasi untuk telapak pondasi struktur tidak boleh dilaksanakan sampai sesaat sebelum pondasi akan dicor.

1.3. Galian pada borrow pits

• Sumber bahan (borrow pits), apakah di dalam Daerah Milik Jalan atau di tempat lain, harus digali sesuai dengan ketentuan.
• Persetujuan untuk membuka sumber galian baru atau mengoperasikan sumber galian lama harus mendapat ijin terlebih dahulu sebelum setiap operasi penggalian dimulai.
• Sumber bahan (borrow pits) di atas tanah yang mungkin digunakan untuk pelebaran jalan mendatang atau keperluan pemerintah lainnya, tidak diperkenankan.
• Penggalian sumber bahan harus dilarang atau dibatasi bilamana penggalian ini dapat mengganggu drainase alam atau yang direncanakan.
• Pada daerah yang lebih tinggi dari permukaan jalan, sumber bahan harus diratakan sedemikian rupa sehingga mengalirkan seluruh air permukaan ke sistem drainase berikutnya tanpa genangan.
• Tepi galian pada sumber bahan tidak boleh berjarak lebih dekat dari 2 m dari kaki setiap timbunan atau 10 m dari puncak setiap galian.

1.4. Galian pada perkerasan aspal yang ada

• Pekerjaan galian pada perkerasan aspal dengan menggunakan mesin Cold Milling dengan pengrusakan sedikit mungkin terhadap material diatas atau dibawah batas galian yang ditentukan. Bilamana material
pada permukaan dasar hasil galian terlepas atau rusak akibat dari pelaksanaan penggalian tersebut, maka material yang rusak atau terlepas tersebut harus dipadatkan dengan merata atau dibuang seluruhnya dan diganti dengan material yang cocok. Setiap lubang pada permukaan dasar galian harus diisi dengan material yang cocok lalu dipadatkan dengan merata.
• Pekerjaan galian pada perkerasan aspal yang ada tanpa menggunakan mesin Cold Milling, material yang terdapat pada permukaan dasar galian, material yang lepas, lunak atau tergumpal atau hal-hal lain yang tidak memenuhi syarat, maka material tersebut harus dipadatkan dengan merata atau dibuang seluruhnya dan diganti dengan material yang cocok.

1.5. Pengamanan pekerjaan galian

• Kontraktor harus memikul semua tanggung jawab dalam menjamin keselamatan pekerja, yang melaksanakan pekerjaan galian, penduduk dan bangunan yang ada di sekitar lokasi galian.
• Selama pelaksanaan pekerjaan galian, lereng sementara galian yang stabil dan mampu menahan pekerjaan, struktur atau mesin di sekitarnya, harus dipertahankan sepanjang waktu, penyokong (shoring) dan pengaku (bracing) yang memadai harus dipasang bilamana permukaan lereng galian mungkin tidak stabil. Bilamana diperlukan, Kontraktor harus menyokong atau mendukung struktur di sekitarnya, yang jika tidak dilaksanakan dapat menjadi tidak stabil atau rusak oleh pekerjaan galian tersebut.
Untuk menjaga stabilitas lereng galian dan keamanan pekerja maka galian tanah yang lebih dari 5 m harus dibuat bertangga dengan teras selebar 1 m.
• Peralatan berat untuk pemindahan tanah, pemadatan atau keperluan lainnya tidak diijinkan berada atau beroperasi lebih dekat 1,5 m dari tepi galian parit untuk gorong-gorong pipa atau galian pondasi untuk struktur, terkecuali bilamana pipa atau struktur lainnya yang telah terpasang dalam galian dan galian tersebut telah ditimbun kembali dengan bahan yang disetujui dan telah dipadatkan.
 Cofferdam, dinding penahan rembesan (cut off wall) atau cara lainnya untuk mengalihkan air di daerah galian harus dirancang sebagaimana mestinya dan cukup kuat untuk menjamin bahwa keruntuhan mendadak yang dapat membanjiri tempat kerja dengan cepat, tidak akan terjadi.
• Dalam setiap saat, bilamana pekerja atau orang lain berada dalam lokasi galian, dimana kepala mereka, yang meskipun hanya kadang-kadang saja, berada di bawah permukaan tanah, maka Kontraktor harus menempatkan seorang pengawas keamanan di lokasi kerja yang tugasnya hanya memantau keamanan. Sepanjang waktu penggalian, peralatan galian cadangan (yang belum dipakai) serta perlengkapan P3K harus tersedia pada tempat kerja galian.
• Bahan peledak yang diperlukan untuk galian batu harus disimpan, ditangani, dan digunakan dengan hati-hati dan di bawah pengendalian yang extra ketat sesuai dengan Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku. Kontraktor harus bertanggung-jawab dalam mencegah pengeluaran atau penggunaan yang tidak tepat atas setiap bahan peledak dan harus menjamin bahwa penanganan peledakan hanya dipercayakan kepada orang yang berpengalaman dan bertanggung-jawab.
• Semua galian terbuka harus diberi rambu peringatan dan penghalang (barikade) yang cukup untuk mencegah pekerja atau orang lain terjatuh ke dalamnya, dan setiap galian terbuka pada lokasi jalur lalu-lintas maupun lokasi bahu jalan harus diberi rambu tambahan pada malam hari berupa drum yang dicat putih (atau yang sejenis) beserta lampu merah atau kuning guna menjamin keselamatan para pengguna jalan.

1.6. Kondisi tempat kerja

• Seluruh galian harus dijaga agar bebas dari air dan Kontraktor harus menyediakan semua bahan, perlengkapan dan pekerja yang diperlukan untuk pengeringan (pemompaan), pengalihan saluran air dan pembuatan drainase sementara, dinding penahan rembesan (cut off wall) dan cofferdam. Pompa siap pakai di lapangan harus senantiasa dipelihara sepanjang waktu untuk menjamin bahwa tak akan terjadi gangguan dalam pengeringan dengan pompa.
• Bilamana pekerjaan sedang dilaksanakan pada drainase lama atau tempat lain dimana air atau tanah rembesan (seepage) mungkin sudah tercemari, maka Kontraktor harus senantiasa memelihara tempat kerja dengan memasok air bersih yang akan digunakan oleh pekerja sebagai air cuci, bersama-sama dengan sabun dan desinfektan yang memadai.

1.7. Utilitas bawah tanah

• Kontraktor bertanggung-jawab untuk memperoleh informasi tentang keberadaan dan lokasi utilitas bawah tanah dan untuk memperoleh dan membayar setiap ijin atau wewenang lainnya yang diperlukan dalam melaksanakan galian.
• Kontraktor bertanggung-jawab untuk menjaga dan melindungi setiap utilitas bawah tanah yang masih berfungsi seperti pipa, kabel, atau saluran bawah tanah lainnya atau struktur yang mungkin dijumpai dan untuk memperbaiki setiap kerusakan yang timbul akibat operasi kegiatannya.

1.8. Penggunaan dan pembuangan bahan galian

• Semua bahan galian tanah dan batu yang dapat dipakai bilamana memungkinkan harus digunakan secara efektif untuk formasi timbunan atau penimbunan kembali.
• Bahan galian yang mengandung tanah yang sangat organik, tanah gambut (peat), sejumlah besar akar atau bahan tetumbuhan lainnya dan tanah kompresif yang akan menyulitkan pemadatan bahan di atasnya atau yang mengakibatkan setiap kegagalan atau penurunan (settlement) yang tidak dikehendaki, harus tidak digunakan sebagai timbunan dalam pekerjaan permanen.
• Setiap bahan galian yang melebihi kebutuhan timbunan, atau tiap bahan galian yang tidak disetujui untuk digunakan sebagai bahan timbunan, harus dibuang dan diratakan di luar Daerah Milik Jalan (DMJ).
• Kontraktor bertanggung-jawab terhadap seluruh pengaturan dan biaya yang diperlukan untuk pembuangan bahan galian yang tidak terpakai atau yang tidak memenuhi syarat untuk bahan timbunan, juga termasuk pengangkutan hasil galian ke tempat pembuangan akhir.

1.9. Pengembalian bentuk dan pembuangan pekerjaan sementara

• Semua struktur sementara seperti cofferdam atau penyokong (shoring) dan pengaku (bracing) harus dibongkar setelah struktur permanen atau pekerjaan lainnya selesai. Pembongkaran harus dilakukan sedemikian sehingga tidak mengganggu atau merusak struktur atau formasi yang telah selesai.
• Setiap bahan galian yang sementara waktu diijinkan untuk ditempatkan dalam saluran air harus dibuang seluruhnya setelah pekerjaan berakhir sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu saluran air.
• Seluruh tempat bekas galian bahan atau sumber bahan yang digunakan oleh Kontraktor harus ditinggalkan dalam suatu kondisi yang rata dan rapi dengan tepi dan lereng yang stabil dan saluran drainase yang memadai.

1.10. Toleransi dimensi

• Kelandaian akhir, garis dan formasi sesudah galian selain galian perkerasan beraspal tidak boleh berbeda lebih dari 2 cm dari yang ditentukan dalam Gambar pada setiap titik, sedangkan untuk galian perkerasan beraspal tidak boleh berbeda lebih dari 1 cm dari yang disyaratkan.
• Permukaan galian tanah maupun batu yang telah selesai dan terbuka terhadap aliran air permukaan harus cukup rata dan harus memiliki cukup kemiringan untuk menjamin pengaliran air yang bebas dari permukaan itu tanpa terjadi genangan.

II. TIMBUNAN

Timbunan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu timbunan biasa, timbunan pilihan dan timbunan pilihan di atas tanah rawa.

Timbunan pilihan akan digunakan sebagai lapis penopang (capping layer) untuk meningkatkan daya dukung tanah dasar, juga digunakan di daerah saluran air dan lokasi serupa dimana bahan yang plastis sulit dipadatkan dengan baik. Timbunan pilihan dapat juga digunakan untuk stabilisasi lereng atau pekerjaan pelebaran timbunan jika diperlukan lereng yang lebih curam karena keterbatasan ruangan, dan untuk pekerjaan timbunan lainnya dimana kekuatan timbunan adalah faktor yang kritis.

Timbunan pilihan di atas tanah rawa akan digunakan untuk melintasi daerah yang rendah dan selalu
tergenang oleh air.

2.1. Kondisi tempat kerja

• Kontraktor harus menjamin bahwa pekerjaan harus dijaga tetap kering segera sebelum dan selama pekerjaan penghamparan dan pemadatan, dan selama pelaksanaan timbunan harus memiliki lereng melintang yang cukup untuk membantu drainase badan jalan dari setiap curahan air hujan dan juga harus menjamin bahwa pekerjaan akhir mempunyai drainase yang baik. Bilamana memungkinkan, air yang berasal dari tempat kerja harus dibuang ke dalam sistim drainase permanen.
• Kontraktor harus selalu menyediakan pasokan air yang cukup untuk pengendalian kadar air timbunan selama operasi penghamparan dan pemadatan.

2.2. Perbaikan terhadap timbunan yang tidak memenuhi ketentuan atau tidak stabil

• Timbunan akhir yang tidak memenuhi penampang melintang yang disyaratkan atau disetujui atau toleransi permukaan yang disyaratkan harus diperbaiki dengan menggemburkan permukaannya dan membuang atau menambah bahan sebagaimana yang diperlukan dan dilanjutkan dengan pembentukan kembali dan pemadatan kembali.
• Timbunan yang terlalu kering untuk pemadatan, dalam hal batas-batas kadar airnya yang disyaratkan, harus diperbaiki dengan menggaru bahan tersebut, dilanjutkan dengan penyemprotan air secukupnya dan dicampur seluruhnya dengan menggunakan motor grader atau peralatan lain yang disetujui.
• Timbunan yang terlalu basah untuk pemadatan, seperti dinyatakan dalam batas-batas kadar air yang disyaratkan, harus diperbaiki dengan menggaru bahan tersebut dengan menggunakan motor grader atau alat lainnya secara berulang-ulang dengan selang waktu istirahat selama penanganan, dalam cuaca cerah. Alternatif lain, bilamana pengeringan yang memadai tidak dapat dicapai dengan menggaru dan membiarkan bahan gembur tersebut, bahan tersebut dikeluarkan dari pekerjaan dan diganti dengan bahan kering yang lebih cocok.
• Timbunan yang telah dipadatkan dan memenuhi ketentuan yang disyaratkan, menjadi jenuh akibat hujan atau banjir atau karena hal lain, biasanya tidak memerlukan pekerjaan perbaikan asalkan sifat-sifat bahan dan kerataan permukaan masih memenuhi ketentuan.

2.3. Pengembalian bentuk pekerjaan setelah pengujian

Semua lubang pada pekerjaan akhir yang timbul akibat pengujian kepadatan atau lainnya harus secepatnya ditutup kembali oleh Kontraktor dan dipadatkan sampai mencapai kepadatan dan toleransi permukaan yang disyaratkan.

2.4. Cuaca yang dijinkan untuk bekerja

Timbunan tidak boleh ditempatkan, dihampar atau dipadatkan sewaktu hujan, dan pemadatan tidak boleh dilaksanakan setelah hujan atau bilamana kadar air bahan berada di luar rentang yang disyaratkan.

2.5. Bahan untuk timbunan biasa

• Bahan yang dipilih sebaiknya tidak termasuk tanah yang berplastisitas tinggi, yang diklasifikasikan sebagai A-7-6 menurut AASHTO M145 atau sebagai CH menurut "Unified atau Casagrande Soil Classification System". Bila penggunaan tanah yang berplastisitas tinggi tidak dapat dihindarkan, bahan tersebut harus digunakan hanya pada bagian dasar dari timbunan atau pada penimbunan kembali yang tidak memerlukan daya dukung atau kekuatan geser yang tinggi. Tanah plastis seperti itu sama sekali tidak boleh digunakan pada 30 cm lapisan langsung di bawah bagian dasar perkerasan atau bahu jalan atau tanah dasar bahu jalan.
• Bahan timbunan bila diuji dengan SNI 03-1744-1989, harus memiliki CBR tidak kurang dari 6 % setelah perendaman 4 hari bila dipadatkan 100 % kepadatan kering maksimum (MDD) seperti yang ditentukan oleh SNI 03-1742-1989.
• Tanah sangat expansive yang memiliki nilai aktif lebih besar dari 1,25 atau derajat pengembangan yang
diklasifikasikan oleh AASHTO T258 sebagai "very high" atau "extra high", tidak boleh digunakan sebagai bahan timbunan. Nilai aktif adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas / PI - (SNI 03-1966-1989) dan persentase kadar lempung (SNI 03-3422-1994).

2.6. Bahan untuk timbunan pilihan

• Timbunan yang diklasifikasikan sebagai timbunan pilihan harus terdiri dari bahan tanah atau batu yang memenuhi ketentuan, bila diuji sesuai dengan SNI 03-1744-1989, timbunan pilihan harus memiliki CBR paling sedikit 10 % setelah 4 hari perendaman bila dipadatkan sampai 100 % kepadatan kering maksimum sesuai dengan SNI 03-1742-1989.
• Bahan timbunan pilihan dapat berupa pasir atau kerikil atau bahan berbutir bersih lainnya dengan Indeks Plastisitas maksimum 6 %.
• Bahan timbunan pilihan yang digunakan pada lereng atau pekerjaan stabilisasi timbunan atau pada situasi lainnya yang memerlukan kuat geser yang cukup, bilamana dilaksanakan dengan pemadatan kering normal, maka timbunan pilihan dapat berupa timbunan batu atau kerikil lempungan bergradasi baik atau lempung pasiran atau lempung berplastisitas rendah. Jenis bahan yang dipilih, dan disetujui akan tergantung pada kecuraman dari lereng yang akan dibangun atau ditimbun, atau pada tekanan yang akan dipikul.

2.7. Bahan timbunan pilihan di atas tanah rawa

Bahan timbunan pilihan di atas tanah rawa haruslah pasir atau kerikil atau bahan berbutir bersih lainnya dengan Index Plastisitas maksimum 6 %.

2.8. Penghamparan dan pemadatan timbunan

1. Penyiapan tempat kerja
• Sebelum penghamparan timbunan pada setiap tempat, semua bahan yang tidak diperlukan harus dibuang.
• Bilamana tinggi timbunan satu meter atau kurang, dasar pondasi timbunan harus dipadatkan (termasuk penggemburan dan pengeringan atau pembasahan bila diperlukan) sampai 15 cm bagian permukaan atas dasar pondasi memenuhi kepadatan yang disyaratkan untuk timbunan yang ditempatkan diatasnya.
• Bilamana timbunan akan ditempatkan pada lereng bukit atau ditempatkan di atas timbunan lama atau yang baru dikerjakan, maka lereng lama harus dipotong bertangga dengan lebar yang cukup sehingga memungkinkan peralatan pemadat dapat beroperasi di daerah lereng lama sesuai seperti timbunan yang dihampar horizontal lapis demi lapis.

2. Penghamparan timbunan

• Timbunan harus ditempatkan ke permukaan yang telah disiapkan dan disebar dalam lapisan yang merata yang bila dipadatkan akan memenuhi toleransi tebal lapisan yang disyaratkan. Bilamana timbunan dihampar lebih dari satu lapis, lapisan-lapisan tersebut sedapat mungkin dibagi rata sehingga sama tebalnya.
• Tanah timbunan umumnya diangkut langsung dari lokasi sumber bahan ke permukaan yang telah disiapkan pada saat cuaca cerah dan disebarkan. Penumpukan tanah timbunan untuk persediaan biasanya tidak diperkenankan, terutama selama musim hujan.
• Penimbunan kembali di atas pipa dan di belakang struktur harus dilaksanakan dengan sistematis dan secepat mungkin segera setelah pemasangan pipa atau struktur. Akan tetapi, sebelum penimbunan kembali, diperlukan waktu perawatan tidak kurang dari 8 jam setelah pemberian adukan pada sambungan pipa atau pengecoran struktur beton gravity, pemasangan pasangan batu gravity atau pasangan batu dengan mortar gravity. Sebelum penimbunan kembali di sekitar struktur penahan tanah dari beton, pasangan batu atau pasangan batu dengan mortar, juga diperlukan waktu perawatan tidak kurang dari 14 hari.
• Bilamana timbunan badan jalan akan diperlebar, lereng timbunan lama harus disiapkan dengan membuang seluruh tetumbuhan yang terdapat pada permukaan lereng dan dibuat bertangga sehingga
timbunan baru akan terkunci pada timbunan lama. Selanjutnya timbunan yang diperlebar harus dihampar horizontal lapis demi lapis sampai dengan elevasi tanah dasar, yang kemudian harus ditutup secepat mungkin dengan lapis pondasi bawah dan atas sampai elevasi permukaan jalan lama sehingga bagian yang diperlebar dapat dimanfaatkan oleh lalu-lintas secepat mungkin, dengan demikian pembangunan dapat dilanjutkan ke sisi jalan lainnya bilamana diperlukan.

3. Pemadatan timbunan

• Segera setelah penempatan dan penghamparan timbunan, setiap lapis harus dipadatkan dengan peralatan pemadat yang memadai dan disetujui sampai mencapai kepadatan yang disyaratkan.
• Pemadatan timbunan tanah harus dilaksanakan hanya bilamana kadar air bahan berada dalam rentang 3 % di bawah kadar air optimum sampai 1 % di atas kadar air optimum. Kadar air optimum harus didefinisikan sebagai kadar air pada kepadatan kering maksimum yang diperoleh bilamana tanah dipadatkan sesuai dengan SNI 03-1742-1989.
• Seluruh timbunan batu harus ditutup dengan satu lapisan atau lebih setebal 20 cm dari bahan bergradasi menerus dan tidak mengandung batu yang lebih besar dari 5 cm serta mampu mengisi rongga-rongga batu pada bagian atas timbunan batu tersebut. Lapis penutup ini harus dilaksanakan sampai mencapai kepadatan timbunan tanah yang disyaratkan.
• Setiap lapisan timbunan yang dihampar harus dipadatkan seperti yang disyaratkan, diuji kepadatannya sebelum lapisan berikutnya dihampar.
• Timbunan harus dipadatkan mulai dari tepi luar dan bergerak menuju ke arah sumbu jalan sedemikian rupa sehingga setiap ruas akan menerima jumlah usaha pemadatan yang sama.
• Bilamana bahan timbunan dihampar pada kedua sisi pipa atau drainase beton atau struktur, maka pelaksanaan harus dilakukan sedemikian rupa agar timbunan pada kedua sisi selalu mempunyai elevasi yang hampir sama.
• Bilamana bahan timbunan dapat ditempatkan hanya pada satu sisi abutment, tembok sayap, pilar, tembok penahan atau tembok kepala gorong-gorong, maka tempat-tempat yang bersebelahan dengan struktur tidak boleh dipadatkan secara berlebihan karena dapat menyebabkan bergesernya struktur atau tekanan yang berlebihan pada struktur.
• Timbunan yang bersebelahan dengan ujung jembatan tidak boleh ditempatkan lebih tinggi dari dasar dinding belakang abutment sampai struktur bangunan atas telah terpasang.
• Timbunan pada lokasi yang tidak dapat dicapai dengan peralatan pemadat mesin gilas, harus dihampar dalam lapisan horizontal dengan tebal gembur tidak lebih dari 15 cm dan dipadatkan dengan penumbuk loncat mekanis atau timbris (tamper) manual dengan berat minimum 10 kg. Pemadatan di bawah maupun di tepi pipa harus mendapat perhatian khusus untuk mencegah timbulnya rongga-rongga dan untuk menjamin bahwa pipa terdukung sepenuhnya.
• Timbunan pilihan di atas tanah rawa mulai dipadatkan pada batas permukaan air dimana timbunan terendam, dengan peralatan yang disetujui.

2.9. Pengendalian mutu

1. Pengendalian mutu bahan

• Jumlah pengujian yang diperlukan untuk persetujuan awal mutu bahan paling sedikit 3 contoh yang mewakili sumber bahan yang diusulkan, yang dipilih mewakili rentang mutu bahan yang mungkin terdapat pada sumber bahan.
• Pengujian mutu bahan dapat diulangi lagi agar perubahan bahan atau sumber bahannya dapat diamati.
• Untuk setiap 1.000 m3 bahan timbunan yang diperoleh dari setiap sumber bahan paling sedikit harus dilakukan suatu pengujian Nilai Aktif.

2. Ketentuan kepadatan untuk timbunan tanah

a. Lapisan tanah yang lebih dalam dari 30 cm di bawah elevasi tanah dasar harus dipadatkan sampai 95 % dari kepadatan kering maksimum yang ditentukan sesuai SNI 03-1742-1989. Untuk tanah yang mengandung lebih dari 10 % bahan yang tertahan pada ayakan ¾”, kepadatan kering maksimum yang
diperoleh harus dikoreksi terhadap bahan yang berukuran lebih (oversize) tersebut.
b. Lapisan tanah pada kedalaman 30 cm atau kurang dari elevasi tanah dasar harus dipadatkan sampai dengan 100 % dari kepadatan kering maksimum yang ditentukan sesuai dengan SNI 03-1742-1989.
c. Pengujian kepadatan harus dilakukan pada setiap lapis timbunan yang dipadatkan sesuai dengan SNI 03-2828-1992 dan bila hasil setiap pengujian menunjukkan kepadatan kurang dari yang disyaratkan maka Kontraktor harus memperbaiki. Pengujian harus dilakukan sampai kedalaman penuh pada lokasi berselang-seling setiap jarak tidak lebih dari 200 m. Untuk penimbunan kembali di sekitar struktur atau pada galian parit untuk gorong-gorong, paling sedikit harus dilaksanakan satu pengujian untuk satu lapis penimbunan kembali yang telah selesai dikerjakan.
d. Untuk timbunan, paling sedikit 1 rangkaian pengujian bahan yang lengkap harus dilakukan untuk setiap 1.000 m3 bahan timbunan yang dihampar.

3. Kriteria pemadatan untuk timbunan batu

Penghamparan dan pemadatan timbunan batu harus dilaksanakan dengan menggunakan penggilas berkisi (grid) atau pemadat bervibrasi atau peralatan berat lainnya yang serupa. Pemadatan harus dilaksanakan dalam arah memanjang sepanjang timbunan, dimulai pada tepi luar dan bergerak ke arah sumbu jalan, dan harus dilanjutkan sampai tidak ada gerakan yang tampak di bawah peralatan berat. Setiap lapis harus terdiri dari batu bergradasi menerus dan seluruh rongga pada permukaan harus terisi dengan pecahan-pecahan batu sebelum lapis berikutnya dihampar. Batu tidak boleh digunakan pada 15 cm lapisan teratas timbunan dan batu berdimensi lebih besar dari 10 cm tidak diperkenankan untuk disertakan dalam lapisan teratas ini.

4. Percobaan pemadatan

Kontraktor harus bertanggung-jawab dalam memilih metode dan peralatan untuk mencapai tingkat kepadatan yang disyaratkan. Bilamana Kontraktor tidak sanggup mencapai kepadatan yang disyaratkan, prosedur pemadatan berikut ini harus diikuti : Percobaan lapangan harus dilaksanakan dengan variasi jumlah lintasan peralatan pemadat dan kadar air sampai kepadatan yang disyaratkan tercapai. Hasil percobaan lapangan ini selanjutnya harus digunakan dalam menetapkan jumlah lintasan, jenis peralatan pemadat dan kadar air untuk seluruh pemadatan berikutnya.

2.10. Toleransi dimensi

• Elevasi dan kelandaian akhir setelah pemadatan harus tidak lebih tinggi atau lebih rendah 2 cm dari yang ditentukan atau disetujui.
• Seluruh permukaan akhir timbunan yang terekspos harus cukup rata dan harus memiliki kelandaian yang cukup untuk menjamin aliran air permukaan yang bebas.
• Permukaan akhir lereng timbunan tidak boleh bervariasi lebih dari 10 cm dari garis profil yang ditentukan.
• Timbunan tidak boleh dihampar dalam lapisan dengan tebal padat lebih dari 20 cm atau dalam lapisan dengan tebal padat kurang dari 10 cm.